Tidaklah asing dibenak kita, khususnya bagi seorang santri ketika mendengar kitab “Ta’limul Muta’alim”. Kitab karangan Syaikh al-Zarnuji yang ditulis pada abad ke-17 dan masih eksis digunakan, hampir diseluruh Pondok Pesantren dan lembaga pendidikan keagamaan. Eksistensi kitab Ta’lim muta’alim dapat dilihat dari kurikulum pesantren yang tetap istiqomah mengkaji kitab tersebut, bahkan merupakan kitab jujukan yang wajib pertama kali dipelajari bagi seorang murid atau santri ketika menuntut ilmu baik ilmu agama maupun ilmu pengetahuan.
Bertambahnya perkembangan teknologi di era digital saat ini, tentunya berdampak kepada kualitas keilmuan, baik dalam segi usaha dan proses mencari ilmu. Jika kita hubungkan dengan pemikiran Syaikh al- Zarnuji yang beliau tuangkan dalam kitab Ta’limul muta’alim, tentunya sangatlah jauh dari kriteria. Namun bagi kita khususnya santri yang memasuki era digitalisasi saat ini, tentunya salah. Jika kita menutup mata terhadap perkembangan teknologi. Ibarat bilah pisau jika digunakan untuk hal positif maka akan mendatangkan kebaikan, sebaliknya jika digunakan untuk hal negatif maka keburukan yang akan menimpa si pengguna. Mungkin seperti itu gambaran penggunaan teknologi di era ini.
Oleh sebab itu, perlu untuk mengkaji kembali pemikiran – pemikiran Syeikh al-Zarnuji yang tertuang dalam kitab Ta’limul muta’alim dan dikorelasikan pada sistem pembelajaran di era saat ini. Ada tiga belas pembahasan dalam kitab Ta’lim muta’alim mulai dari 13 pasal yang keseluruhan menjelaskan metode belajar dan menuntut ilmu. Mulai dari hakikat menuntut ilmu, memilih pendidik/guru, pendidikan karakter bahkan pada hal-hal yang kaitannya dengan rezeki.
Ada banyak maqolah dari Syeik al – Zarnuji dalam kitabnya. Baik berupa kutipan hadist dan beberapa syair yang masih sangat relevan digunakan dalam menuntut ilmu di era digital saat ini.
Menurut Syaikh al-Zarnuji belajar adalah menekankan niat dalam diri kita untuk mencari ridha Allah, mencari kebahagiaan akhirat dan membuang kebodohan dalam diri. Sebagaimana dijelaskan dalam kitabnya :
وينبغى ان ينوى المتعلّم بطلب العلم رضا الله تعالى والدار الاخرة وازالة الجهل عن نفسه
kutipan kitab Ta’lim muta’alim diatas sangatlah cocok untuk diingatkan kembali kepada peserta didik untuk memperbaiki dan meluruskan kembali niatnya dalam mencari ilmu di era digital saat ini. Selain itu Syaikh al-Zarnuji juga menekankan kepada siswa yang menuntut ilmu serta guru sebagai fasilitator terhadap pendidikan karakter. Yang mana tujuannya untuk mencetak output yang benar memahami keilmuan khususnya ilmu agama.
Ada banyak sekali maqolah dalam kitab Ta’limul Muta’alim yang fokusnya kepada pendidikan karakter. Salah satunya dalam menuntut ilmu harus selalu dilandasi dengan niat untuk mensyukuri nikmat akal dan kesehatan badan, selain itu juga menekankan kepada sifat zuhud pada pencari ilmu dan seorang guru. Beliau menekankan untuk menjauhi keinginan agar dihormati masyarakat, untuk mendapatkan harta dunia, atau mendapatkan kehormatan di hadapan penguasa. Bahkan dalam karangannya beliau sangat keras dan disiplin dalam hal menyangkut ilmu, menurut beliau Zuhud dan taqwa tidaklah sah tanpa didasari ilmu. Sebagai mana kutipan Syaikh Burhanuddin “ Orang yang tekun beribadah tapi bodoh, bahayanya lebih besar daripada orang alim tapi durhaka. Keduanya sebagai penyebab fitnah dikalangan umat yang menjadikan mereka sebagai panutan dalam urusan agama”. Akan tetapi beliau juga memberikan toleransi, boleh mencari ilmu dengan tujuan memperoleh kedudukan asal kedudukan tersebut digunakan untuk amal ma’ruf nahi munkar.
Guru merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam menuntut ilmu. Di era digital saat ini dimana semua informasi sangat mudah untuk diakses, seorang murid tentunya harus selektif dalam mencari guru. Ungkapan dari genarasi saat ini “ berguru pada kiai google dan syeikh Youtube” dua produk teknologi tersebut saat ini sudah menjadi rujukan bagi generasi digital. Banyak ustad yang memberikan ceramah keagamaan dan tulisan ilmiah berkaitan dengan Islam, akan tetapi ilmu agama yang diberikan oleh da’i/ustad tersebut tidak bisa ditelan mentah – mentah begitu saja, butuh filter untuk menyeleksi, apakah ilmu yang mereka berikan sesuai dengan akidah Ahlusunnah wal jamaah.
Dalam hal mencari seorang guru, Syaikh al- Zarnuji memberikan kriteria diantaranya alim, wara’ dan lebih tua dan tentunya jelas sanad keilmuannya serta pemahaman firqohnya. Dari sinilah letak perbedaan mendasar antara belajar yang dirumuskan oleh al – Zarnuji dengan para psikolog pendidikan lainnya, beliau tidak hanya menekankan kepada pencapaian ilmu semata namun juga pada pencapaian spiritual. Oleh sebab itu kitab Ta’limun muta’alim sangat releven digunakan di era digital saat ini.